Kamis, 30 Juli 2009

BANTUAN KEDUA UNTUK AGUS PURWANTO





Kamis, 30 Juli 2009. Dengan menumpang mobil salah seorang donatur, LMI Madiun kembali meluncur ke Ponorogo Pukul 16.00 WIB untk menyalurkan bantuan kedua untuk Agus Purwanto yang menderita kelumpuhan akibat pengapuran tulang dan sendinya.



Pada kesempatan kali ini LMI Madiun disertai oleh donatur dari LISHA MEUBEL, yang nantinya akan membantu Bed untuk agus. Pada awalnya kami berusaha mencarikan bed yang dibutuhkan Agus di took-toko, apotek dan rumah sakit, akan tetapi tidak menemukan. Kami kemudian berinisiatif memesan ke LISHA MEUBEL Madiun yang biasa memproduksi furniture berkualitas, dengan harapan bed yang kami berikan nantinya juga kuat dan tahan lama.



Setelah kami menyampaikan peruntukannya, pihak LISHA MEUBEL langsung mengatakan, ”oke, nanti saya yang menyediakan Bednya, tidak usah dibayar. Hanya nanti saya minta tolong untuk diantar ke sana karena pick up saya kondisinya kurang baik. Mungkin tidak kuat kalau harus mengantar ke Ponorogo.” Alhamdulillah satu lagi donator membantu Agus. Pada kamis itu pula pihak LISHA MEUBEL mengajak kami untuk menjenguk Agus, sekaligus melakukan pengukuran Bed yang dibutuhkan agus.



Pada kesempatan itu, LMI MAdiun juga menyerahkan bantuan berupa, Kasur, bantal, guling. Sprei, obat-obatan, minyak Goreng, Gula, beras, Mie Instan, dan uang tunai bantuan dari pegiat internet Indonesia. Insya allah pada senin atau selasa 4 Agustus 2009 kami akan menyalurkan lagi bantuan yang sudah masuk dengan jumlah yang lebih besar.



Semoga Bantuan Bapak-Ibu dermawan bisa meringankan beban mereka. Amin.

Selasa, 28 Juli 2009

Katifah, Janda dengan 4 anak Pintar


Tiga tahun yang lalu pak Lilik Setiono pergi menghadap Illahi meninggalkan sang istri tercinta dan keempat putra putrinya yang masih kecil – kecil. Kematian yang datang setiap saat, membawa kesedihan yang mendalam bagi keluarga ini. Ibu Katifah hanya seorang ibu rumah tangga akhirnya harus berperan sebagai ayah. Saat pak Lilik Setiono pergi, tak ada barang berharga yang beliau tinggalkan bahkan beliau tinggalkan hutang di beberapa tempat.

Bu Katifah bersama keempat putra putrinya saat ini tinggal di rumah yang status tanahnya masih milik Negara. Rumah tembok yang masih kelihatan batu batanya dan berlantai tanah ini terletak di jalan Gajah Mada gg Tepel. Di dalam rumah tersebut hanya terdapat satu tempat tidur beserta beberapa kasur yang sudah usang dan sebuah televisi lama sebesar 14 inci. Saat LMI Madiun bekunjung ke rumah beliau, tidak ada tempat duduk/ kursi di dalam rumah tersebut. Akhirnya kami berdiri di luar rumah.

Putri pertama bernama Risma bersekolah di SMPN 9 kelas VIII, putra kedua (Raka Obit) kelas V, Lulu ( putri ketiga ) kelas 2 dan Tito baru berusia 2 tahun. Meskipun hidup dalam kesederhanaan putra kedua dan ketiga mendapat rangking IV di kelasnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari dan biaya sekolah putra putrinya, beliau harus bekerja mulai pagi sampai siang hari. Bu Katifah berangkat dari rumah setelah semua anaknya berangkat sekolah.

Sambil menggendong putra bungsunya beliau mengayuh sepeda dari SD ke SD dengan membawa dagangannya yang berupa mainan anak – anak dan gorengan ( pisang goreng, tahu isi, dan tempe goreng ). Kegiatan itu beliau lakukan setiap hari tanpa kenal lelah dengan harapan bisa memenuhi kebutuhannya sehari –hari.

Beliau selalu bersyukur meskipun pendapatannya setiap hari tidak tentu, kadang beliau bawa pulang uang sebesar Rp.15.000 – 20.000 sehari. Hasil penjualan itu masih diambil sebagian untuk modal esok hari. Di tengah sulitnya ekonomi keluarga yang dialami keluarganya, ternyata tidak menuyrutkan semangat putra putri beliau untuk selalu rajin sekolah dan tekun belajar untuk mencapai cita – citanya.

Foto-foto Bu Katifah bisa dilihat di http://fotolmimadiun1.blogspot.com/2009/07/janda-dengan-4-anak-pintar.html

Katifah, Janda dengan 4 anak Pintar


Tiga tahun yang lalu pak Lilik Setiono pergi menghadap Illahi meninggalkan sang istri tercinta dan keempat putra putrinya yang masih kecil – kecil. Kematian yang datang setiap saat, membawa kesedihan yang mendalam bagi keluarga ini. Ibu Katifah hanya seorang ibu rumah tangga akhirnya harus berperan sebagai ayah. Saat pak Lilik Setiono pergi, tak ada barang berharga yang beliau tinggalkan bahkan beliau tinggalkan hutang di beberapa tempat.

Bu Katifah bersama keempat putra putrinya saat ini tinggal di rumah yang status tanahnya masih milik Negara. Rumah tembok yang masih kelihatan batu batanya dan berlantai tanah ini terletak di jalan Gajah Mada gg Tepel. Di dalam rumah tersebut hanya terdapat satu tempat tidur beserta beberapa kasur yang sudah usang dan sebuah televisi lama sebesar 14 inci. Saat LMI Madiun bekunjung ke rumah beliau, tidak ada tempat duduk/ kursi di dalam rumah tersebut. Akhirnya kami berdiri di luar rumah.

Putri pertama bernama Risma bersekolah di SMPN 9 kelas VIII, putra kedua (Raka Obit) kelas V, Lulu ( putri ketiga ) kelas 2 dan Tito baru berusia 2 tahun. Meskipun hidup dalam kesederhanaan putra kedua dan ketiga mendapat rangking IV di kelasnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari dan biaya sekolah putra putrinya, beliau harus bekerja mulai pagi sampai siang hari. Bu Katifah berangkat dari rumah setelah semua anaknya berangkat sekolah.

Sambil menggendong putra bungsunya beliau mengayuh sepeda dari SD ke SD dengan membawa dagangannya yang berupa mainan anak – anak dan gorengan ( pisang goreng, tahu isi, dan tempe goreng ). Kegiatan itu beliau lakukan setiap hari tanpa kenal lelah dengan harapan bisa memenuhi kebutuhannya sehari –hari.

Beliau selalu bersyukur meskipun pendapatannya setiap hari tidak tentu, kadang beliau bawa pulang uang sebesar Rp.15.000 – 20.000 sehari. Hasil penjualan itu masih diambil sebagian untuk modal esok hari. Di tengah sulitnya ekonomi keluarga yang dialami keluarganya, ternyata tidak menuyrutkan semangat putra putri beliau untuk selalu rajin sekolah dan tekun belajar untuk mencapai cita – citanya.

Foto-foto Bu Katifah bisa dilihat di http://fotolmimadiun1.blogspot.com/2009/07/janda-dengan-4-anak-pintar.html

Sabtu, 25 Juli 2009

Anak saya tak mungkin sembuh...





Hari Rabu tanggal 22 Juli 2009 kami menerima telepon dari LMI Surabaya. Mereka memberitahukan kepada kami adanya sebuah pengajuan bantuan dari Agus Purwanto yang mengaku beralamat di Ponorogo dan juga mengaku telah 13 tahun menderita sakit.





Menurut pengakuannya beliau menderita kelumpuhan dan bertahun-tahun hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. LMI Surabaya meminta alamat email kami dan meminta LMI Madiun untuk mencover dengan pertimbangan lokasi yang lebih dekat.





Pada keesokan harinya kami membuka email sudah ada satu email yang masuk. Email forward dari seorang yang berinisial Agus Purwanto. Sama seperti yang diceritakan LMI Surabaya.





Kami segera melakukan pengecekan dengan bantuan Ustadz Samsudin yang sering mengisi kajian yang kami selenggarakan untuk donator di LMI Madiun. Ternyata yang mengajukan adalah teman istri Ustadz Samsudin sendiri pada saat sekolah diniyah.





Hari Sabtu 25 Juli 2009 Tim LMI Madiun meluncur ke alamat mertua Ustadz Samsudin yang berdekatan dengan rumah Agus Purwanto. Meskipun Ustadz Samsudin sedang sakit, dengan jalan masih terpincang beliau mengantar kami menjemput Bapak Arif, ketua RT tempat Agus Purwanto tinggal.







TINGGAL DI GUBUG UKURAN 3 X 3 METER





Dekat rumahnya, kami melihat sebuah gubug bamboo kecil di sudut sebuah rumah tua yang kurang terawatt. Kami khawatir, jangan-jangan Agus ditempatkan oleh keluarganya di gubug berukuran 3X3 itu. Dan kekhawatiran kami akhirnya terbukti. Agus purwanto tinggal setiap hari di gubug itu.





Gubug beratapkan genteng tua, dengan konstruksi kayu, hanya beralaskan tanah, berdinding anyaman bambu. Anyaman bambu ini kalau di desa biasa digunakan petani untuk menjemur padi setelah panen, sebelum disimpan di lumbung. Beberapa daerah menyebutnya dengan istilah ”KEPANG”.





”Gubug ini yang membuat teman-temannya Mas. Dulu agus ini tinggal di dalam rumah, di kamar yang sumpek. Agus ingin menghirup udara lebih bebas agar lebih fresh dan mengurangi stress. Maka teman-temannya datang dan membuat gubug ini” demikian ibunya menyampaikan perihal tinggalnya Agus di gubug itu.





Saat kami dipersilakan masuk oleh sang ibu, kami segera melongok ke dalam dulu. Kami melihat sosok yang sangat kurus terbaring di dipan kayu dengan kasur kapuk tipis yang terbungkus sprei putih kusut. Kecilnya sprei membuat kasur tidak seluruhnya tertutupi olehnya. Badan yang sangat kurus itu tertutup selimut motif garis putih dan merah. Selimut yang kotor dan kasar. Diatas perutnya teronggok sebuah jaket kumal yang sengaja digunakan sedikit menutup bagian perut hingga paha atas.





Tampak juga banyak benda diatas kasur itu. Ada tongkat jalan, ada pipa aluminium yang biasa kita lihat di antena tv, ada kayu, alat linting rokok, asbak, botol aqua ukuran 1500 cc, Spidol besar, mouse, terminal listrik, terlihat juga pisang yang tinggal 2 biji. Di atas dadanya tampak kertas dan diatas kertas terdapat korek gas berwarna biru.





Kami segera masuk setelah mengucapkan salam. Dan dijawab dengan cukup lantang oleh agus. Pada saat kami masuk, Agus sedang mendengarkan alunan lagu dari Compo Polytron yang diletakkan diatas meja sebelah kirinya.





Setelah menceritakan maksud kedatangan kami sebagaimana kami sampaikan diatas, kami segera menanyakan kabar dan menanyakan awal mula beliau menderita sakit seperti sekarang.







SAKIT SEJAK SMA





Rasa sakit dirasakan oleh Agus sejak kelas satu SMA. Saat itu Agus merasakan nyeri pada persendia dan tulangnya sebagaimana flu tulang. Rasa sakit saat itu masih bisa ditahan dan tidak begitu mengganggu aktivitas belajarnya sampai berhasil menyelesaikan SMA dengan prestasi yang sangat baik.





Rasa sakit tidak menghalangi mimpi dan cita-citanya. Peluang untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi melalui jalur khusus yang saat itu disebut PMDK diambilnya, memilih Fakultas Teknik, Program Studi Matematika (sekarang FMIPA - Matematika), Universitas Sebelas Maret (UNS) – Surakarta. Berkat kepintarannya Agus diterima dan berhak mendapatkan bantuan pendidikan berupa beasiswa supersemar.





Rasa sakit masih terus dirasakannya, dan akhirnya pada semester 7 Agus terpaksa meninggalkan bangku kuliahnya karena sakit yang diderita telah menjadikannya seorang manusia yang lumpuh. Postur tubuh yang tadinya gemuk berangsur-angsur mengecil. Tulang-tulangnya yang sejak lama sakit menjadi tampak semakin kecil tanpa banyak daging yang melekat. Seluruh sendi tulangnya mengapur, mengeras dan tak dapat digerakkan lagi. Agus terbaring total pada tahun 1996.





Agus menjadi manusia kaku mulai leher, punggung, pinggul, pinggang, lutut hingga kaki bagian bawah dan jarinya menjadi kaku tidak bisa digerakkan dan tidak bisa ditekuk. Agus hanya bisa terbaring, terbujur kaku diatas tempat tidur tuanya. Dari semua bagian tubuhnya hanya tangan yang bisa digerakkan. Bagian yang lain semua kaku, bahkan untuk menengokpun tidak bisa, hanya matanya yang melirik kanan-kiri saat berkomunikasi dengan kami. Tidurpun Agus tidak menggunakan bantal. Leher yang sudah kaku akan menjadi sangat sakit jika diberi bantal di bawah kepalanya.







USAHA PENYEMBUHAN





Pengobatan beberapa saat di RS Moewardi Surakarta sebenarnya sempat mengurangi rasa sakitnya dan harus dilanjutkan dengan rawat jalan. Akan tetapi karena keterbatasan dana menjadikan Agus dan keluarganya menyerah pada nasib. Bersabar dan menikmati apa yang Allah berikan kepadanya.





Hingga saat ini berarti sudah 13 tahun terbaring diatas tempat tidur. Semua aktivitas dilakukan dari atas tempat tidurnya, termasuk buang air besar maupun buang air kecil.





Agus menjadi perokok sejak terbaring dan Buang air di atas tempat tidur. Katanya untuk menghilangkan bau tidak sedap.





13 tahun terbaring diatas tempat tidur menjadikan punggung Agus bukan hanya terasa panas, tapi sampai lecet dan bahkan menjadi luka. Awalnya dirawat menggunakan revanol, ditutup kapas dan diplester, tapi itu menimbulkan rasa sakit luar biasa saat mengganti kapas. Kapasnya melekat pada luka dan susah untuk dilepas. Sekarang hanya dibersihkan dengan revanol dan ditutup dengan penutup luka semacam tansoplast atau hansaplast.





Saat memeriksakan sakitnya di RSD Ponorogo, pihak RSD di Ponorogo sudah menyerah dan menyarankan untuk berobat di RS yang lebih lengkap. Saat di RS Ponorogo hanya diberikan vitamin dan beberapa obat yang sangat dibutuhkan. Atas semua layanan RSD keluarga Agus harus membayar, karena tak ada fasilitas gratis untuk Agus meskipun dia dan keluarga saat itu tergolong miskin.





Pengajuan permohonan untuk bisa dirawat gratis tidak mendapatkan respon. Demikian juga permohonan bantuan vitamin dan obat sekedar untuk meringankan sakitnya tidak ada respon dari pihak rumah sakit. Pernah suatu saat Agus mengajukan permohonan sumbangan bed seperti yang biasa digunakan oleh rumah sakit juga ditolak. Bed yang dimaksud agus adalah sekedar Bed yang disamping kanan dan kirinya terdapat pegangan agar kalau Agus ingin sedikit miring, bisa dilakukan sendiri dengan berpegangan pada pegangan yang tersedia. Kamipun memaklumi bahwa semua ada prosedur di sana.







ANAK YATIM YANG INGIN BAHAGIA





Selama ini sang ibu yang merawat Agus karena tidak ada lagi keluarga yang lain. Ayahnya sudah meninggalkan Agus dan sang ibu sejak usia Agus enam bulan. Saat meninggal usia sang ayah 35 tahun, usia yang sangat muda. Agus sendiri sejak kecil merasa sengsara karena menjadi anak yatim dengan segala keterbatasannya.





”dulu saya selalu berdoa, meskipun masa kecil saya susah, semoga suatu saat nanti saya menjadi orang yang bahagia. Eh ternyata malah jadinya begini. Sepanjang hidup harus terbaring sakit diatas tempat tidur” begitu ungkap agus dengan nada kepasrahan. Mendengar pernyataan agus tersebut kami dan Ustadz Samsudin berusaha membesarkan hati dan harapan agus.





”Mas, kebahagiaan itu adanya di sini, di dalam dada kita. Jangan dikira orang sehat seperti kami ini dijamin bahagia. Belum tentu. Para pejabat, mereka yang memiliki kedudukan tinggi, orang-orang kaya, itu bukan jaminan mereka bahagia di dalam hidupnya. Akan tetapi orang-orang yang diberikan oleh Allah cobaan dan ujian, sesungguhnya dosa-dosa mereka diampuni oleh Allah. Penderitaan fisik yang saat ini dialami, jika diterima dengan sabar dan lapang hati insya Allah akan mendatangkan pahala dan kebahagiaan.”





”Jadi intinya ada di hati kita. Mau kita jadikan hidup kita bermakna ataukah berlalu begitu saja tanpa makna. Semuanya tergantung kita. Penyesalan kita akan kondisi saat ini, tidak akan pernah menjadikan semua akan berubah. Jadi jalan satu-satunya adalah menerima semuanya dengan sabar dan tawakkal.”





Sang ayah memang dulunya adalah anggota ABRI yang berhak atas dana pensiun, akan tetapi banyaknya biaya yang harus ditanggung untuk pengobatan Agus dan terpaksa meminjam bank, menjadikan sisa pensiun yang diterima saat ini hanya 83.000 per bulan. Jumlah ini tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya bersama sang ibu.





Sebenarnya saudaranya sudah banyak membantu, akan tetapi karena kebutuhannya menjadikan sang ibu masih harus meminjam kesana kemari. Tidak hanya perorangan tapi sampai RT dan Rentenir.





“Saya terpaksa Mas, kalau tidak begini bagaimana saya memenuhi kebutuhan anak saya. Yang saya pikirnkan hanya bagaimana asupan gizi dan obat-obatan anak saya tercukupi. Saya mau pinjam saudara lagi sudah sungkan. Bagaimanapun mereka sudah berkeluarga dan membiayai anak-anak mereka sekolah juga. Akhirnya waktu saya butuh uang untuk kebutuhan obat Agus ada rentenir yang menawari, saya ambil juga. Saya sudah tidak punya jalan lagi mas. Dulu saya sesekali dimintai tolong tetangga dan kenalan membuatkan snack, tapi sekarang modal saya semua sudah habis.”





“Saya juga tidak bisa meninggalkan Agus sendirian karena semua aktivitasnya harus saya bantu.”







SANG IBU YANG MERAWAT AGUSPUN JUGA SAKIT





”Saya sendiri sebenarnya juga sakit Mas, saya kena Diabetes, tapi juga tidak mungkin berobat karena tidak ada biaya.”





Ya. Sejak lama sang ibupun sakit, akan tetapi karena biaya yang tidak ada maka tak ada usaha pengobatan diabetesnya. Sang ibu hanya bisa menerima apa yang Allah berikan kepada keluarganya.





Kalau Anda berkunjung ke gubug mereka, Anda akan melihat sang ibu dengan mata cekungnya, terlihat sangat capek, kurus, matanya tak bersinar sebagaimana mereka yang sehat dan memiliki harapan poanjang. Kita bisa memaklumi, 13 tahun mengurus anak dengan kondisi seperti itu, apalagi dalam kondisi sakit.





Dari semua kata yang terlontar, sangat nampak bagaimana sang ibu menerima kondisi keluarganya. Sangat tipis perbedaan yang kami lihat antara pasrah, lelah ataukah putus asa. Kami terhenyak dengan satu ucapan beliau saat mengantar kami pulang. Di depan rumahnya beliau mengatakan, “Anak saya tidak mungkin sembuh Mas, saya hanya berusaha memenuhi semua kebutuhannya, sak kuat saya. Anak saya sudah seperti itu 13 tahun. Semoga saja anak saya diberikan kekuatan dan umur yang panjang.”







KEBUTUHAN MENDESAK SEKARANG





Sebelum kami pulang, kami menanyakan kepada Agus, kebutuhan apa yang sangat mendesak. Agus menyampaikan yang sangat dibutuhkan selain bahan makanan, obat-obatan juga Bed dengan pegangan di samping kanan kirinya.





Sebenarnya kalau kami melihat tentu lebih dari itu. Mulai kasur-sprei, bantal untuk mengganjal beberapa bagian tubuh jika dibutuhkan, pakaian, selimut, mengganti dinding dll.





Ibunya mengatakan kalau yang paling mendesak adalah obat-obatan. Beliau menyebutkan Agus butuh Ravanol, kapas untuk membersihkan luka. Tensoplast/hansaplast, voltaren, suplemen seperti madu, bee pollen, liquid chlorophil dan lain-lain untu menggantikan asupan gizi. Selama ini Agus jarang mengkonsumsi nasi dalam jumlah standar karena perutnya juga bermasalah.





Bagi Anda yang ingin melihat Foto-foto Agus ada http://fotolmimadiun1.blogspot.com/2009/07/agus-purwanto-si-cerdas-yang-lumpuh.html











Hormat Kami





Miftahurrohman



=====

Jumat, 24 Juli 2009

PERMOHONAN SI LUMPUH





Saya adalah mantan mahasiswa Fakultas Teknik, Program Studi Matematika (sekarang FMIPA - Matematika), Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, angkatan tahun 1993 dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM): I.0393001, mencapai semester 7 dan sudah mendapat 128 SKS, saat menjalani pendidikan saya mendapat Beasiswa SUPERSEMAR yang pada saat itu bergengsi karena ketua yayasan beasiswa tersebut yaitu Bapak Soeharto masih menjabat Presiden. Saya masuk UNS melalui jalur prestasi yang saat itu disebut PMDK (tanpa tes).



Namun studi saya terhenti di semester 7 karena keparahan penyakit saya. Sekarang, saya sudah selama 13 tahun terbaring lumpuh kaku di tempat tidur terus-menerus. Sudah tidak pernah bisa turun lagi. Hampir seluruh sendi dan tulang tubuh saya telah rusak mengapur, meradang, nyerinya luarbiasa. Karena itu, saya terpaksa setiap hari minum obat antinyeri-antiradang-antirematik NATRIUM DICLOFENAC dan beberapa obat lainnya untuk melawan nyeri hebat ini.



Ibu saya yang menderita diabetes adalah satu-satunya orang yang sepenuhnya merawat saya, segalanya, termasuk menangani buang air besar dan air kecil saya di pembaringan ini. Ibu juga yang mencarikan nafkah. Sementara itu, sakit ibu sendiri tidak terperhatikan maupun diobati. Kami penuh dalam kesulitan hidup. Mohon kami diperkenankan dibantu (disumbang) BAHAN PANGAN dan DANA UNTUK PEMBELIAN OBAT-OBATAN HARIAN saya yang sungguh vital saya butuhkan.



Hormat saya, Agus Purwanto, Jl. Muria 28C Ponorogo, 63419, Jatim, Indonesia

Sabtu, 18 Juli 2009

Sosok Janda Tua yang Rajin Beribadah

Hidup seorang didri di sebuah rumah tanpa ditemani suami dan saudara adalah potert kehidupan mbah Semi yang tinggal di daerah Josenan. Beliau saat ini berusia 85 tahun dan sudah lama sang suami meninggal dunia. Walaupun beliau mempunyai saudara namun saudara-saudara beliau sibuk dengan keluarganya masing-masing. Di usianya yang sudah lanjut semangat hidup mbah Semi tidak surut dimakan usia. Beliau tidak pernah melalaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim untuk beribadah kepada sang Kholiq. Berdasarkan informasi dari tetangganya setiap hari mbah Semi selalu hadir di Musholla dekat rumahnya jika beliau dalam kondisi sehat.

Karena sudah tidak mampu bekerja lagi, kebutuhan makannya sering dibantu tetangga kanan kirinya. Rumah yang beliau tempati saat ini adalah peninggalan sang suami. Sepeninggal suaminya, kehidupan mbah Semi menjadi berubah. Dulu ketika sang suami masih hidup, kebutuhan ekonomi keluarga ditopang dari penghasilan suaminya meskipun harus hidup dengan sangat sederhana. Dari hasil pernikahannya, beliau tidak memiliki keturunan. Saat ini beliau tinggal seorang diri di rumahnya yang terletak di daerah Josenan. Kiriman makanan dari para tetangga setiap hari merupakan bentuk kepedulian mereka pada mbah Semi. Sudah sebulan ini beliau tidak bias duduk di kursi, jika dipaksakan beliau merasakan sakit yang luar biasa. Beberapa waktu yang lalu mbah Semi jatuh sehingga mengakibatkan tulang duduknya terasa begitu sakit. Karena tidak memiliki biaya, beliau hanya memijatkan bagian tubuhnya yang sakit pada dukun pijat. Saat LMI berkunjung ke rumah mbah Semi untuk memberikan santunan, masih terdengar keluhan sakit dari beliau saat menemani LMI bincang-bincang.

Kesabaran pak Sudoto sang tukang becak merawat sang Istri yang Menderita Kanker Payudara

Pak doto adalah salah seorang penerima santunan abang becak LMI Madiun. Usia beliau yang sudah 67 tahun bukan penghalang baginya untuk tetap mengayuh becaknya mulai jam 09.00 sampai jam 17.00 dengan harapan bias memenuhi kebutuhan keluarga dan membeli obat buat sang istri yang mengidap kanker payudara sejak 8 tahun yang lalu. Kamar berukuran kecil berlantai tanah yang hanya muat ditempati berdua adalah tempat tinggal mereka. Rumah itupun bukan miliknya sendiri, beliau numpang di tanah milik orang lain. Di dalam rumah itu hanya ada selembar kasur tipis dan beberapa peralatan makan.

Delapan tahun yang lalu Bu Misinem sang istri menderita penyakit kanker payudara. Karena kondisi ekonomi yang jauh dari cukup, menyebabkan beliau tidak bias mengobatkan sang istri secara medis. Sampai saat ini Bu Misinem hanya mengkonsumsi obat herbal dan obat antibiotic untuk mengurangi rasa sakit. Akibat tidak pernah mendapat perawatan secara medis, jaringan sel kanker tersebut menyerang indera pengliohatan. Sudah setahun ini kedua mata Bu Misinem dalam kondisi buta. Akibat kebutaan yang dialaminya, Bu Misinem tidak bias menjalankan aktifitas sehari-harinya sebagai seorang istri. Setiap hari pak Doto harus merawat sang istri (memandikan, menyuapi) sebelum beliau berangkat kerja. Selain harus menafkahi sang istri, pak Doto juga harus menanggung biaya hidup sehari-hari ibu mertuanya yang juga sudah lanjut usia.

Beban kehidupan yang demikian susah itu beliau hadapi dengan sabar dan berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi semua kebutuhan hidup keluarganya. Seringkali beliau harus berhutang dulu untuk kebutuhan obat sang istri. Setiap bulannya Bu Misinem menghabiskan biaya obat sekitar Rp.400.000; “Saya hanya bisa pasrah menerima takdir ini”, ucapan seperti itulah yang sring diungkapkan pak Doto saat LMI Madiun berkunjung ke rumah beliau untuk memberikan santunankepada Bu Misinem, tangis haru ditunjukkan oleh beliau. Beliau sempat menyampaikan ucapan terima kasih kepada Donator LMI yang mau peduli kepada keluarganya. InsyaAlloh LMI akan memberikan santunan rutin setiap bulan pada keluarga pak Doto. Bagi para Donatur yang ingin peduli pada keluarga ini bisa menyalurkan dananya lewat LMI Madiun.

Jumat, 17 Juli 2009

KEGIATAN POSYANDU

Program SEHATI ( Sehat Ibu dan Buah Hati ) yang dilakukan LMI pada hari Rabu tanggal 15 Juli 2009,adalah POSYANDU di Jl. Mojo.Dengan peserta yang ikut 40 anak.POSYANDU tersebut menurunkan petugas sebanyak 4 orang.Dalam POSYANDU kali ini petugas memberikan makanan tambahan untuk anak – anak berupa telur dan pisang diharapkan makanan tersebut dapat membantu untuk meningkatkan gizi pada anak – anak yang ikut dalam POSYANDU tersebut.Selain pembagian makanan tambahan dalam POSYANDU tersebut ada kegiatan timbang balita dilakukan rutin untuk mengontrol berkembangan anak,juga dilakukan pengukuran tinggi badan anak dan pemberian makanan tambahan untuk anak.

Selain POSYANDU di Jl. Mojo, program SEHATI LMI juga mengadakan POSYANDU di Jl. Cempedak pada tanggal 15 Juli 2009.Disini POSYANDU diikuti oleh perserta 30 anak.Kegiatan dalam POSYANDU di Jl. Cempedak ini adalah timbang balita,pengukuran tinggi badan dan pemberian makanan tambahan berupa telur dan pisang untuk membantu tumbuh kembang anak.POSYANDU di Jl. Cempedak ini dilayani oleh 4 orang petugas POSYANDU.

Program SEHATI juga mengadakan POSYANDU pada tanggal 15 Juli 2009 bertempat di Jl. Seram.Disini diadakan timbang balita, pengukuran tinggi badan anak, dan pemberian makanan tambahan kepada 40 anak peserta POSYANDU. Makanan tambahan disini berupa telur dan pisang, yang bertujuan menambah kebutuhan protein dan buah pada anak Di POSYANDU Jl. Seram ini ada 4 petugas yang bertugas.
Dengan diadakannya POSYANDU dari program SEHATI LMI ini diharapkan anak – anak bisa berkembang secara baik dan juga terpenuhinya kebutuhan gizi anak – anak tersebut.

Risko Penerima Bantuan Pendidikan LMI





Bantuan pendidikan LMI kali ini memberikan bantuan pada Risko. Risko adalah siswa kelas 7 di SMP Negri 7 Madiun. Karena semangat belajar yang tinggi maka LMI memberikan bantuan pendidikan agar Risko tidak putus sekolah.



Risko adalah anak pertama dari dua bersaudara yang tinggal di Jl. Cempedak. Dia tinggal bersama kakek, adik dan ibunya. Mereka berempat tinggal berdesakan di sebuah ruang yang kecil. Ruang tersebut tidak bisa disebut rumah karena hanya berupa bekas dapur dengan ukuran kecil. Tempat itupun bukan milik keluarga Risko sendiri karena mereka hanya menempati tempat tersebut dengan tidak dipungut biaya sewa. Hal ini sedikit mengurangi beban biaya hidup yang harus dikeluarkan keluarga Risko.



Beban kehidupan keluarga Risko harus ditanggung oleh ibu Risko sendirian. Ibu Risko harus jadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai pelayan warung dengan pendapatan yang pas – pasan. Dengan pendapatan yang sedemikian minim ibu Risko harus memenuhi kebutuhan 4 orang,belum lagi biaya yang diperlukan untuk pendidikan Risko dan adiknya. Ini semua terjadi karena orang yang seharusnya menanggung beban dan menjadi tulang punggung keluarga yaitu ayah Risko telah pergi dan tidak diketahui berada dimana sekarang. Sedangkan kakek Risko tidak bisa membantu bekerja karena usia beliau sudah tidak memungkinkan untuk bekerja, kakek Risko berusia 65 tahun.



Untuk membantu beban yang ditanggung oleh ibu Risko, salah satu donatur dari LMI memberikan bantuan pendidikan untuk Risko. Bantuan tersebut diwujudkan dalam bentuk uang yang dipergunakan untuk melunasi uang daftar ulang Risko ketika masuk ke SMP Negri 7 Madiun. Juga ada bantuan seragam sekolah untuk Risko. Juga dalam bentuk buku – buku pelajaran. Bantuan donatur tersebut oleh LMI juga diwujudkan dalam bentuk sepeda agar lebih memperlancar Risko dalam mencari ilmu.

BANTUAN UNTUK DANANG DAN SAMSUL HADI

Kami mohon maaf tulisan ini baru bisa kami upload pada tanggal 17 Juli 2009 karena ada masalah teknis


Assalamu'alaikum

hari ini tadi kami menyalurkan bantuan pertama setelah sebelumnya kami memberikan beasiswa untuk samsul hadi sang adik.

sang adik ternyata habis terkena musibah sebulan lalu. saat bermain sepak bola samsul terjatuh kemudian tertimpa teman yang berukuran sangat besar. saudara jauhnya mengatakan kemungkinan teman yang menjatuhi Samsul beratnya hingga 100an kilo. Tangan Samsul patah dan telah dilakukan perawatan saat tadi siang kami berkunjung, Samsul selalu memegang tangannya.

kami mengira masih sakit. ternyata ketika kami tanyakan, katanya sudah sembuh. akan tetapi saudara jauhnya yang kebetulan menerima kami mengatakan kalau samsul habis terpeleset dan jatuh lagi hingga terasa agak nyeri.

sebagai tambahan informasi, sejak ibunya meninggal danang memutuskan berhenti sekolah. dasn memutuskan tidak akan pernah sekolah lagi. Hari ini kami terpaksa mengajak Bapak kepala desa untuk "memaksa" danang mau sekolah lagi. danang diberikan penjelasan oleh 5 orang sekaligus siang tadi. sampai kami memutuskan untuk meninggalkan rumahnya, danang tetap bersikeras untuk tidak sekolah. sampai akhirnya Bapak kepala desa memberikan jalan keluar berupa waktu untuk danang berpikir.

dan di tengah perjalanan, kami menerima telpon dari relawan kami yang berdekatan dengan rumah danang. beliau mengatakan kalau danang telah datang ke tokonya dan neyatakan bersedia sekolah lagi.

jadi biaya terbesar saat ini adalah biaya masuk sekolah yang kemungkinan terdiri dari uang pangkal, uang seragam dan uang buku. jumlahnya kami tidak bisa memperkirakan. kalau merujuk sekolah lain pada tahun lalu, biaya di awal tahun per anak antara 300-500ribu. biaya ini juga harus dipenuhi untuk kebutuhan Samsul Hadi sang adik untuk masuk SMP. kebutuhannya kurang lebih akan sama.

kebutuhan dana diatas, belum termasuk jika ada pungutan lain2 dari pihak sekolah.

kalau kebutuhan riil, kami baru bisa mengetahui jika nanti sudah aktif sekolah, kami perkirakan kebutuhan sekolah sekitar 182.000 untuk transport Danang dan 20 ribu untuk keperluan sekolah non jajan.
akan tetapi keputusan danang kembali ke sekolah, dan sekolah yang dituju adalah sekolah yang lebih dekat akan mengurangi biaya transportasinya. sehingga biayanya tidak akan sebesar itu.

kebutuhan riilnya baru bisa kami dapatkan setelah mereka berdua aktif sekolah.

untuk biaya masuk mereka berdua, kami hari ini telah menyerahkan bantuan donatur sebesar 1.560.000. semoga cukup untuk mereka. Dan bermanfaat serta barokah untuk semua. Amin

Foto penyerahan bantuan bisa dilihat di sini

Wassalamu'alaikum

LAPORAN KEUANGAN JUNI 2009

LAPORAN KEUANGAN LMI CAB MADIUN

Bulan Juni 2009

Saldo tanggal 20 Mei 2009

Rp 47.141.513,00

Pemasukan 20 Mei - 20 Juni 2009

Zakat

Rp 21.309.900

Infaq

Rp 3.130.700

Beasiswa anak asuh

Rp 2.871.300

Santunan anak yatim

Rp 4.197.400

Wakaf gedung LMI

Rp 550.000

Santunan Nila

Rp 300.000

Santunan mbah lasinem

Rp 3.627.000

Santunan ukkin

Rp 500.000

Bunga bank

Rp 2.000.000

Back to school

Rp 2.900.000

Total pemasukan

Rp 41.386.300

Total pemasukan

Rp 88.527.813

PENYALURAN DANA

Beasiswa

Rp 7.390.000

Peduli Guru

Rp 1.330.000

Rumah pintar

Rp 1.634.000

Santunan anak yatim

Rp 4.000.000

MAJELIS TA'LIM

Rp 1.188.000

Bulletin Dakwah

Rp 2.760.000

Bulletin Jumat

Rp 1.740.000

Bulletin SWEAR

Rp 290.000

Santunan Dhuafa

Rp 700.000

Santunan kesehatan

Rp 400.000

Majalah donatur

Rp 900.000

Program BISA

Rp 400.000

Program sehati

Rp 375.000

Santunan khusus Nila

Rp 1.500.000

Santunan khusus Lasinem

Rp 6.025.000

Santunan abang becak

Rp 2.500.000

Santunan pendidikan

Rp 254.000

Pembayaran sewa gedung LMI

Rp 10.000.000

Club cendekia

Rp 200.000

Bantuan pendidikan untuk MIT

Rp 200.000

Bantuan pembangunan klinik gratis

Rp 550.000

Studi banding ke solo

Rp 243.400

Bantuan Kegitan SALIMAH

Rp 250.000

Peralatan kantor

Rp 234.000

Perlengkapan kantor

Rp 303.000

Telepon,listrik,air kebersihan

Rp 442.000

Administrasi

Rp 390.000

gaji staff

Rp 2.500.000

Rakorcab madiun

Rp 190.000

Surat kabar

Rp 105.000

Kebersihan kantor

Rp 132.000

Total pengeluaran

Rp 49.125.400

Sisa saldo 20 juni 2009

Rp 39.402.413