Minggu, 18 September 2011

‘Adikku, Kita Sekarang Yatim Piatu...’

Namaku Vivi. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku punya seorang adik laki-laki yang lucu. Ia masih balita dan belum bisa apa-apa. Jadi, aku yang harus mengurusnya.


Aku adalah seorang siswi kelas satu SD. Aku tak punya orang tua lagi. Ayahku meninggal pada bulan Desember tahun lalu, karena sakit ginjal. Belum lama setelah kepergian ayah, penyakit paru-paru yang diderita oleh ibu kambuh. Mungkinkah ibu merasa tertekan dengan keadaan ini, sehingga penyakitnya kambuh lagi? Aku tak terlalu tahu. Yang jelas, setelah kejadian itu hidupku sepertinya berubah.


Selama ini kami sekeluarga tinggal di rumah nenek. Nenekku biasa berjualan pakaian bekas di pasar. Jarak yang cukup jauh beliau tempuh dengan sepeda setiap hari. Usia yang mulai menua tak pernah menjadi penghalang untuknya. Tapi semenjak ibu sakit, nenek tidak lagi berjualan. Nenek mengurus ibu yang sakit, sementara aku yang harus mengurus adikku. Begitu pula ketika ibu harus dirawat di Rumah Sakit. Seluruh perhatiannya terfokus pada perawatan ibu. Aku sudah terbiasa mengurus diri sendiri dan adikku.


Hingga... suatu hari ibu meninggalkan kami semua. Aku belum paham benar harus bagaimana. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, maka aku hanya diam saja. Aku bahkan tak tahu apakah harus menangisi kepergian ibu atau pura-pura tak tahu. Aku bingung. Semuanya berubah terlalu cepat. Aku semakin bingung, sementara adikku yang kuasuh masih asyik berceloteh sambil memandangi para pelayat satu-persatu dengan tatapan tak mengerti. ‘Adikku, kita sekarang yatim piatu..,’ bisik hatiku. Tapi memangnya kenapa, apa dunia akan berubah jika kami jadi yatim piatu? Entahlah. Aku tak mungkin bertanya pada nenek yang kelihatannya masih terpukul. Aku juga tak mungkin berdiskusi dengan adikku yang belum mengerti apa-apa. Aku.. harus bagaimana?


Hari telah berganti. Nenek tak lagi berjualan pakaian bekas di pasar. Sepeninggal ibu, harus ada orang yang menjaga adikku. Aku sendiri harus sekolah. Nenek tak bisa meninggalkan cucunya di rumah sendiri, juga tak mungkin tega membawanya ke pasar. Keadaan ekonomi kami semakin memburuk.

Suatu hari, nenek mengatakan bahwa beliau tak bisa menghidupiku dan membiayai sekolahku lagi. Nenek hanya mampu mengurus adikku. Saudara-saudara ibu belum bisa membantu karena mereka sendiri juga masih kekurangan. Sedangkan saudara-saudara ayahku, tak ada yang tahu keberadaannya. Kami sudah lama kehilangan komunikasi dengan mereka, bahkan sejak ayahku masih hidup.


Berbagai pertimbangan telah dipikirkan. Maka suatu hari, nenek menitipkanku di sebuah panti asuhan. Sejak saat itu aku tinggal di sana, di tempat yang sangat asing dan berbeda. Aku berusaha beradaptasi. Aku yang terbiasa hidup bebas kini harus terikat dengan banyak aturan. Selama tinggal di panti, aku selalu teringat pada nenek dan adikku. Aku harus terpisah dengan mereka... Tapi rupanya nenek sering datang menjengukku. Bahkan, sepertinya di panti itu aku adalah anak yang paling sering mendapat kunjungan. Aku senang sekali karena nenek selalu datang menemuiku.


Suatu hari, aku berpikir untuk pulang dan tinggal di rumah saja. Aku ingin dekat dengan nenek dan adikku. Aku juga ingin sekali sekolah di sekolahku yang dulu. Kemudian aku nekat kabur dari panti. Aku sadar bahwa rumah nenek sangat jauh, apalagi aku pulang dengan berjalan kaki. Tapi aku yakin akan bisa sampai di rumah. Aku percaya bisa menemukannya. Aku terus menyusuri pinggiran jalan aspal, tak peduli terik matahari yang memanggang kulitku.


Sekarang aku tinggal dengan sebuah keluarga yang tempatnya tak jauh dari rumah nenek. Hanya bebeda RT saja. Di keluarga itu, aku diperlakukan seperti anak sendiri. Kasih sayang dari orang tua bisa kudapatkan di sana. Aku kembali menimba ilmu dari sekolahku yang lama. Pihak sekolah rupanya empati pada keadaanku, sehingga permohonan kepindahanku bebas administrasi.


Aku juga bisa bertemu dengan nenek dan adikku kapanpun aku mau. Karena jarak yang dekat, aku bisa berjalan kaki ke rumah. Dan itu kulakukan setiap hari. Sepulang sekolah, tiap siang hari aku ke rumah nenek. Aku mengurus adikku sementara nenek sibuk dengan pekerjaan rumah tangga. Tiap sore, orang tua angkatku dat ng menjemputku untuk pulang bersama ke rumah mereka. Hingga saat ini, seperti itulah rutinitasku.

Nenek pernah berkata bahwa beliau akan mempertahankan adikku selama beliau masih mampu mengurunya. Kini adikku adalah satu-satunya semangat hidup untuk nenek. Tapi beliau juga tak tahu sampai kapan sanggup mengurus adikku. Entahlah, aku belum mengerti tentang apa yang dipikirkannya. Mungkin nanti kalau aku sudah besar, aku akan tahu. Kupandangi adikku yang sibuk bermain dengan sepotong roti di tangannya. Suatu saat ketika ia sudah besar, pasti ia akan bertanya tentang banyak hal. Juga tentang sejarah kehidupan kami, kehidupan dua bocah yatim piatu yang belum mengerti apa-apa.



Bagi Pembaca yang ingin membantu, bisa menghubungi kami atau silakan transfer ke Rekening-rekening yang telah kami sediakan


Berapapun bantuan Anda....

Arahkan Mouse dan KLIK SEKARANG Internet Banking Anda


Internet Banking BCA, KLIK DISINI

Internet Banking BNI , KLIK DISINI

Internet Banking BRI , KLIK DISINI

Internet Banking Mandiri , KLIK DISINI

Internet Banking BMI , KLIK DISINI

Internet Banking BSM , KLIK DISINI

Internet Banking BII , KLIK DISINI


dan transfer ke rekening:


1. BCA: 1771064766 an. Miftahurrohman
2. BNI: 9545951-0 an. Miftahurrohman
3. BRI: 0045-01-025609-50-2 an. Miftahurrohman
4. Mandiri: 144-00-1189170-9 an. Lembaga Manajemen Infaq Ukkhuwah
5. BMI: 742.00037.22 an. LMI cabang madiun
6. BSM: 0640006667 an. LMI cabang Madiun
7. BII: 1051231127 an. Oki surendro
8. Bank Jatim: 0052765897 an. Miftahurrohman



Setelah mentransfer, silakan melakukan konfirmasi ke Nomor:

085 645 200 200
083 872 200 200
081 234 200 200

Tidak ada komentar:

Posting Komentar