Jumat, 22 Juli 2011

Bantuan Biaya Pendidikan untuk Yatim dan Piatu



Masih ingat dengan Alya (siswi lulusan SMP yang rela bekerja keras di toko & rumah tangga demi melanjutkan sekolah – buletin edisi Juni 2011), Dewa (sang jawara adzan – buletin edisi Mei 2011), dan Vian (siswa yang bertekad membahagiakan orangtuanya (buletin edisi Maret 2011) ? Mereka adalah anak-anak yatim yang telah beberapa tahun menjadi anak asuh binaan LMI Madiun.





Alya, siswi lulusan SMP Negeri 9 yang nyaris putus sekolah karena tak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan. Harus mengalah dengan kedua adiknya yang juga butuh biaya sekolah sementara ibunya sebagai orangtua tunggal hanya bisa mencukupi kebutuhan pangan, itupun belum cukup memadai. Ia sampai harus bekerja dari pagi hingga sore di sebuah toko plastik dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga demi mengumpulkan uang untuk mendaftar sekolah.





Dewa, anak SD jawara adzan yang tak hanya sekali memenangi lomba adzan. Anak yang telah mengaplikasikan baktinya kepada orangtua sejak dini, selalu membantu kakaknya dan menjaga adik-adiknya. Ia baru menyelesaikan pendidikan dasar dan sangat ingin melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Anak yang sangat rajin mengikuti berbagai pembinaan akademis, kurikuler, dan spiritual yang bercita-cita menjadi seorang pilot. Cita-cita yang hampir pupus karena keadaan ekonomi orangtuanya.





Vian, siswa SMP Negeri 8 Madiun yang terbiasa hidup serba susah bersama ibunya yang sakit. Remaja yang bertekad menggantikan ibunya untuk menjadi tulang punggung keluarga, namun tidak mendapat ijin dari sang ibu karena khawatir akan mengganggu belajar Vian. Anak yang selalu sedih karena merasa belum bisa meringankan beban sang ibunda yang sedang sakit. Ia bertekad untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya, dimulai dari bangku sekolah. Meskipun ia sering kesulitan melunasi beragam biaya penunjang, semangatnya tak pernah padam. Kini ia telah lulus SMP dan hendak melanjutkan ke sekolah kejuruan. Masalah baru muncul karena ia butuh biaya masuk yang tidak sedikit, dan... ia tidak memilikinya.





Ada satu anak lagi yang bernasib sama dengan mereka bertiga. Sebut saja namanya Adre, anak piatu yang juga baru lulus SMP. Ia juga sudah beberapa tahun menjadi anak asuh LMI Madiun. Ia anak satu-satunya. Ibunya sakit ketika Adre kelas satu SD dan meninggal ketika Adre di kelas dua SD. Ayahnya tak pernah pulang lagi sejak ibunya meninggal dan tak pernah memberi kabar apapun. Tak ada yang tahu di mana ayahnya. Ia diasuh oleh neneknya dan tinggal bersama paman dan pak dhenya.





Adre tak pernah mengeluh dengan kondisi keluarga, juga dengan keterbatasan yang ia alami. Ia selalu bersemangat untuk sekolah dengan tekad bisa mengubah keadaan keluarganya saat ini. Anak lelaki yang sangat pendiam dengan prestasi sekolah yang membanggakan. Prestasi akademisnya selalu terjaga dan belum pernah jatuh. Hasil ujian di SMP pun memuaskan. Ia mentargetkan sekolah di SMK Negeri 1 Madiun. Di antara para pendaftar, ia menempati posisi urutan ke enam dari atas. Akan tetapi, hal ini belum membuat hatinya lega. Terbayang nominal yang harus ia bayar untuk biaya administrasi pendaftaran.





Mereka berempat adalah putra-putri bangsa yang punya cita-cita tinggi, tekad kuat, dan semangat menyala dalam niat yang luhur. Betapa disayangkan jika mereka harus kehilangan kesempatan hanya karena keterbatasan isi kantong yang tak cukup untuk membeli bangku sekolah. Mereka hanyalah contoh dari sebagian kecil siswa yang nyaris putus sekolah. Hanya saja, mereka sedikit lebih beruntung daripada anak-anak lain yang benar-benar putus sekolah tanpa ada seorangpun yang berniat menyelamatkan masa depannya.





LMI Madiun menyalurkan sebagian donasi dari Bapak/Ibu donatur untuk membiayai pendidikan anak-anak yatim yang kurang mampu dan siswa dhuafa. Sebagian di antaranya adalah Alya yang tahun ini diterima di SMK Negeri 2 Madiun, Dewa di SMP Negeri 9 Madiun, Vian di SMK Negeri 1 Madiun, Adre di SMK Negeri 1 Madiun, dan Hanif di SMP Negeri 7 Madiun, serta anak-anak lain dengan kebutuhan yang berbeda. Mereka kini bisa lebih tenang berangkat ke sekolah walau kendaraan mereka hanya sepeda yang berasal dari para donator LMI.





Keluarga para mustahik (penerima manfaat) yang terdiri dari anak asuh, orangtua dari anak asuh, penerima santunan, dan penerima bantuan modal mengucapkan terima kasih teriring do’a kepada segenap donatur LMI yang telah peduli untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Semoga kepedulian para donatur memperlancar jalan menuju surga. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar