Kamis, 26 Maret 2009

NILA, SISWI 1 SD YANG HANYA MAKAN GATOT



Ditinggal Sang Ayah sejak usia 1 bulan

NILA, GADIS 1 SD YANG MASIH MAKAN TIWUL





Nila, gadis kelas satu SD Kare 6 Kecamatan Kare Kabupaten Madiun harus hidup hanya berdua dengan sang Ibu setelah ditinggalkan oleh sang ayah sejak umur satu bulan. Hidup ala kadarnya di lereng gunung wilis dijalani hingga saat ini.



Yatmiasih-Sang Ibu, memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menggarap lahan di sela-sela tanaman kopi milik perusahaan kopi di Kandangan Kare Kabupaten Madiun. Lahan yang tak terlalu luas yang digarap oleh Miasih-begitu panggilan ibu yatmiasih, ditanami jagung dan ketela. Ketela yang ditanam oleh Miasih panen setahun sekali, sementara jagung bisa sampai tiga kali.



“kemarin saya hampir tidak bisa menikmati hasil panen, karena jagung yang sudah siap panen dirusak dan dijarah oleh serombongan kera yang turun dari gunung. Kebetulan saat itu saya tidak bisa menjaga kebun karena sedang mengunjungi saudara di ponorogo. Esok harinya saat saya ke kebun ternyata sudah ludes.”



Miasih juga mengatakan tidak adanya penghasilan yang diterima rutin kecuali saat panen tiba dengan menjual hasil panen yang juga tak seberapa.



Jarak antara rumah dan kebun sejauh 2-3 kilometer ditempuh dengan jalan kaki.

”Mengapa ibu tidak naik sepeda?” begitu tanya LMI Madiun

”saya tidak punya sepeda.” jawab beliau

”Tapi ibu bisa naik sepeda?”

”Belum. Tapi kalau ada sepeda saya bisa belajar. Minimal bisa untuk mengangkut hasil panen. Tidak seperti sekarang, tempatnya jauh akhirnya saya gendong bolak balik setengah gelangsing setiap hari”



Bu Miasih juga menceritakan kalau beliau baru berangkat ke kebun setelah anaknya berangkat dan pulang sekitar jam sebelas saat anaknya pulang sekolah.



”Setelah itu tidak ke kebun lagi bu?”

”Tidak. Sekarang saya sudah tua. Kalau sudah pulang mau berangkat lagi sudah tidak kuat. Dulu sejak Nila masih bayi dan belum masuk sekolah, selalu saya bawa ke kebun dan bisa pulang agak sore. Kalau sekarang, kasihan anak saya.”



Memprihatinkan itu kata yang tepat ketika Miasih menjawab pertanyaan staf LMI, “kalau ibu tidak ada penghasilan kecuali dari hasil panen, terus ibu dengan dik Nila makannya bagaimana?”

Miasih segera tertunduk dan merangkul anak semata wayang yang duduk di sebelahnya. Matanya sembab, tertunduk, mulai menangis dan terisak. Mungkin beliau merasa bersalah karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya.



“Saya hanya makan gatot”



Kami hanya bisa melongo. Bagaimana tidak, sementara tetangganya semua bisa menikmati nasi hangat setiap hari, ibu-anak ini hanya bisa makan makanan hasil olahan ketela yang dihasilkan dari lahan yang digarapnya setiap hari dari pagi hingga siang hari.



Yang membanggakan siapapun yang kenal dengan keluarga ini adalah meskipun asupan gizi dan kebutuhan tidak bisa terpenuhi sebagaimana mestinya, Nila tetap berprestasi di sekolahnya. Nila tercatat meraih Rangking 2 di kelasnya, sesuatu yang membuat kita menggelengkan kepala.



Dengan menangis Miasih menceritakan, kalau beliau dan anaknya sudah empat kali diusir oleh kepala dusun setempat karena terpaksa menempati lahan bengkok desa yang dibiarkan terbengkalai. Akan tetapi karena belum ada tempat tinggal yang baru, sampai saat ini beliau tetap menempati gubug kecilnya yang berdinding tripleks dan sudah penuh tambalan karena usang tertempa panas matahari dan hujan bertahun-tahun.



Ketika kami tanyakan, mengapa tidak mencoba mencari penghidupan lebih baik dengan merantau saja, beliau menjawab, “apa ada yang mau menerima saya bekerja? Terus anak saya bagaimana? Kalau ikut saya, sekolahnya bagaimana?”



Ada yang bisa menerima ibu dan anak ini bersama Anda?

Atau membantu meringankan beban hidup beliau?



Foto-foto Nila? Klik disini





Tidak ada komentar:

Posting Komentar