Rabu, 11 Februari 2009

SANTUNAN DHUAFA LMI MADIUN


SANTUNAN DHUAFA LMI MADIUN

MADIUN, LEMBAGA MANAJEMEN INFAQ (LMI) 10 Februari 2009. Pak Sarju dulunya berprofesi sebagai seorang sopir bis jurusan Surabaya - Madiun. Beliau menikah tanpa dikaruniai seorang anak. Akhirnya keluarga Sarju ini memutuskan memungut seorang anak perempuan yang nantinya bisa merawat beliau berdua jika sudah tua. Sepasang suami istri ini begitu menyayangi anak tersebut seperti anak kandung mereka sendiri. Pekerjaan sebagai seorang sopir dengan resiko kematian di jalanyang tinggi dilakoni beliau dengan ikhlas demi menghidupi anak istrinya hingga beliau bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus SMEA. Meskipun sampai sang anak lulus sekolah keluarga ini belum memiliki tempat tinggal tetap alias masih kontrak, namun tidak mengurangi kebahagiaan keluarga ini.

Kehidupan keluarga ini agak sedikit berubah ketika pak Sarju menikah lagi dan akhirnya beliau memiliki seorang putri kandung dari pernikahan kedua. Meskipun pak Sarju memiliki dua orang istri kehidupan mereka berjalan dengan baik. Beliau juga menyekolahkan putri keduanya hingga lulus SMEA.

Profesi sebagai seorang sopir tidak bisa dijalaninya terus. Ketika penyakit diabetes mulai menyerangnya kehidupan sebagai sopir harus ditinggalkan karena penglihatan beliau mulai kabur, namun beliau masih bisa menuntaskan tugasnya sebagai orang tua hingga kedua putrinya berumahtangga.

Tak lama istri keduanya meninggal dunia karena sakit, sehingga mereka kembali hidup berdua. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akhirnya bu Sarju berjualan rujak petis, karena mereka tidak ingin menggantungkan hidup pada anaknya. Namun profesi sebagai bakul rujak tidak lama dijalani bu Sarju, karena beliau juga terkena diabetes. Penyakit inilah yang akhirnya membuat ajal bu Sarju menjemputnya. Semenjak kematian sang istri, kehidupan pak Sarju menjadi berubah. Istri beliau yang selama ini begitu setia menemaninya dan menggantikan dirinya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan rujak kini telah tiada.

Sepeninggal bu Sarju kehidupan pak Sarju semakin suram. Beliau belum memiliki rumah sendiri, kerja juga tidak mampu,kedua anaknya juga tidak mempedulikan. Bahkan saat tulisan ini dimuat beliau harus turut membantu merawat dua cucunya akibat kedua orangtuanya bercerai. Ibu kedua anak tersebut harus bekerja ditempat lain untuk menghidupi dan membiayai dua anaknya yang duduk dibangku SD.

Saat ini beliau hidup dengan dua cucunya di sepetak rumah yang hanya terdiri satu ruangan saja. Satu kamar tersebut berfungsi jadi kamar, dapur, ruang makan sekaligus ruang belajar. Itupun berkat kepedulian salah seorang tetangganya yang baik hati, yang meminjamkan salah satu ruangan yang seharusnya berfungsi sebagai dapur untuk dijadikan tempat tinggal pak Sarju dan dua orang cucunya. Yang menarik tetangga beliau yang meminjamkan tempat tersebut untuk ditinggali pak Sarju bukanlah orang kaya, pak Marwan nama orang yang baik hati tersebut juga mengontrak ditempat tersebut. Pak Marwan tidak sampai hati melihat kehidupan pak Sarju dan cucunya.

Yang membuat pak Sarju sedikit terhibur di tengah kemelut hidupnya adalah prestasi sekolah salah satu cucunya yang duduk dikelas 6 yang selalu dapat rangking tiga besar. Untuk makan sehari-hari beliau dan cucunya sering diberi tetangganya. Beliau sebenarnya ingin bekerja, beliau merasa tidak selalu dibantu orang lain,namun usia beliau yang sudah 60 tahun lebih, ditambah kesehatan beliau yang juga terganggu akibat penyakit diabetes, penglihatan beliau juga kabur. Meskipun dibantu dengan kacamata sepertinya tidak memungkinkan bagi beliau untuk bekerja lagi.

Saat staff LMI datang berkunjung dan menyerahkan bantuan kepada beliau untuk meringankan sedikit bebannya, ada sedikit pesan yang disampaikan pak Sarju pada LMI yaitu ingin mengikutkan cucunya di BIMBEL GRATISNYA LMI biar nanti bisa diterima di SMP favorit sekaligus minta cucunya bisa dibina di LMI juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar