Jumat, 09 April 2010

Purwanto Penderita Tumor Ganas



Purwanto Penderita Tumor Ganas

Tak mudah bagi kami untuk menemukan tempat tinggal Dimin alias Purwanto, seorang bocah pengidap tumor. Kami harus melewati jalan makadam yang berkelok-kelok yang tepi jalannya berupa tebing dan jurang. Tebing yang setiap saat longsor dan jurang yang dalam membuat kehidupan masyarakat di daerah tersebut jauh dari fasilitas yang memadai. Anak-anak sekolah harus berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk bisa bersekolah. Mereka harus turun – baik berjalan menyusuri bukit untuk mencari ilmu. Kondisi alam dan masyarakat seperti itulah yang ada di kecamatan Badegan desa Dayahan dusun Jurangsempu. Di dusun Jurangsempu ini Purwanto bocah berusia 12 tahun penderita tumor di pangkal paha sebelah kiri tinggal bersama ayah (P. Boimin) dan ibu (B. Misirah) serta kedua saudaranya.

Derita Purwanto mulai muncul setahun yang lalu. Saat sebelum sakit, Purwanto adalah seorang anak yang lincah dan gesit seperti anak-anak di dusun tersebut yang setiap hari harus berjalan kaki menyusuri bukit untuk sampai di sekolahnya. Sepulang sekolah dia juga harus membantu orangtuanya menyabit rumput untuk di hutan untuk hewan ternaknya. Sumber kehidupan keluarganya berasal dari kambing dan sapi milik orang lain yang dipasrahkan pada kedua orangtuanya dengan sistem bagi hasil/gaduh. Saat tim LMI berkunjung ke rumahnya, tidak ada barang berharga di rumah tersebut. Ruang tamu hanya dihampari alas tikar yang sudah kusam, tak ada satu kasur pun yang dimiliki keluarga tersebut. Yang ada hanya sebuah radio kusam yang menemani Purwanto selama sakit. Setahun yang lalu tepatnya saat Purwanto duduk di kelas satu SD muncul benjolan kecil di pangkal pahanya sebelah kiri. Kala itu orang tuanya menganggap benjolan tersebut benjolan biasa dan pada akhirnya juga akan hilang. Namun seiring berjalannya waktu, bukannya benjolan tersebut tambah kempes tapi malah tambah besar. Akhirnya Purwanto di bawa ke Puskesmas terdekat. Dari puskesmas Purwanto di rujuk ke rumah sakit Ponorogo. Dari hasil pemeriksaan, diharuskan menjalani pemeriksaan intensif. Keterbatasan dana untuk berobat dan transport dari Badegan sampai Ponorogo, menjadikan orang tuanya memutuskan untuk menghentikan pengobatan Purwanto. “Untuk makan saja masih kurang mbak apalagi untuk berobat darimana uangnya.” Ungkap Paman Purwanto yang menemani bincang-bincang keluarga Purwanto dengan LMI. Pengobatan yang tidak berjalan tentu saja memperburuk kondisi Purwanto, benjolannya semakin besar hingga akhirnya lima bulan yang lalu Purwanto tidak bisa lagi berjalan. Tubuhnya semakin kurus, benjolan sebesar bola sepakbola membuat kakinya tidak kuat untuk berjalan.

Saat tim LMI mengunjunginya, Purwanto hanya bisa tidur di atas tempat tidurnya yang terbuat dari bambu tanpa kasur yang dialasi plastik terpal. Suhu tubuhnya panas terus membuat dia tidak tahan memakai baju, setiap saat keluarga ini bergantian, mengipasi Purwanto karena tak ada kipas angin. Pada kunjungan yang pertama ini, tim LMI bertemu dengan kamituwo Jurangsempu dan lurah Dayahan. Dari beliau inilah kami mendapatkan informasi bahwa pada tanggal 23 Pebruari Purwanto akan dibawa ke RS Dr. Sutomo Surabaya. Meskipun sudah dibantu dinas terkait, namun keluarga Purwanto masih memerlukan uluran tangan dari para dermawan untuk membantu biaya pengobatan Purwanto lebih lanjut. Untuk itu LMI akan terus melakukan penghimpunan dana untuk membantu kesembuhan Purwanto. Bagi para dermawan yang peduli dengan derita Purwanto bisa menghubungi LMI cabang Madiun.

.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar