Kamis, 23 Juni 2011

Perjuangan Hidup Seorang Lansia

Perjuangan Hidup Seorang Lansia

Seorang wanita tua berjalan tertatih menuju tempat tinggalnya. Setapak demi setapak ia lewati seorang diri dengan kakinya yang lemah. Ia seperti tak peduli pada sinar matahari yang menyengat, atau mungkin ia telah kebal dngan panasnya matahari karena tiap hari ia melakoni aktivitas yang sama. Usianya sudah sangat renta. Cucu buyutnya saja tengah belajar di bangku SMA. Tapi nenek ini tak mau beristirahat di rumah.

Nenek ini menyadari bahwa dirinya tak punya harta untuk hidup sehari-hari. Maka ia bertekad untuk bisa menghasilkan uang sendiri. Ia tak mau merepotkan siapapun, termasuk keluarganya. Maka setiap hari ia pergi ke pasar untuk bekerja. Tapi siapa yang mau menggunakan jasa seorang perempuan tua yang untuk berjalan saja sudah sangat kesulitan. Ia tak punya pilihan lain. Ia hanya bisa melakukan satu macam pekerjaan sepanjang hari, yaitu mengemis. Ia sangat rajin pergi ke pasar tanpa peduli pada fisiknya yang semakin melemah. Tekadnya sangat kuat, ia tak mau menjadi beban siapapun.

Sepulang dari pasar, ia membeli makanan dengan uang yang diperoleh dari hasil mengemis. Ia biasa membeli nasi bungkus untuk dibawa pulang karena tidak sanggup lagi untuk memasak dan tidak mempunyai dapur. Kadang-kadang ada tetangganya yang iba dan mengirim makanan ke tempat tinggal si nenek. Tapi wanita itu tidak ingin merepotkan tetangganya.

Untuk tempat tinggal, ia juga tak mau menumpang pada siapapun. Ia lebih memilih menyewa sebuah ruang yang ditempatinya sendiri. Uang untuk membayar sewa ia dapat dari mengemis. Ruangan itu berukuran sekitar 1,5 x 2,5 m dan terbuat dari anyaman bambu. Di sana hanya bisa memuat sebuah tempat tidur, almari kecil, dan rak piring kecil. Beberapa mangkuk sengaja diletakkan di atas tempat tidur, tepat di bawah atap-atap yang berlubang untuk mengantisipasi turunnya hujan. Suasana dalam ruangan terlihat gelap karena tak ada ventilasi sama sekali. Lantainya kotor karna ia telah sangat kelelahan sehingga tak bisa membereskan tempat tinggalnya.

Ia tinggal sendirian. Suaminya sudah lama meninggal. Putra-putranya tinggal di luar kota dan tidak mau peduli lagi pada ibu mereka. Satu-satunya putri beliau yang berbakti tinggal di kota ini. Itulah alasannya datang ke kota ini. Tapi kini putrinya telah meninggal karena sakit. Peristiwa itu terjadi satu tahun yang lalu. Ia kembali sendirian.

Sebenarnya dari putrinya itulah beliau masih mempunyai cucu perempuan yang sangat memperhatikan kehidupan sang nenek. Tapi cucunya telah berkeluarga dan hidup di bawah kecukupan. Sang nenek tidak tega membebani cucunya. Ia memilih untuk tinggal sendiri dan hidup dari usahanya sendiri. Walaupun cucunya membujuk untuk tinggal bersama keluarga mereka, tapi si nenek bersikeras untuk mandiri.

Ia ingin di sisa hidupnya tak lagi menyusahkan siapapun, tak ingin menjadi beban bagi siapapun. Meskipun usianya telah sangat renta, ia tak mau berpangku tangan. Mungkin pekerjaan yang ditekuninya hanya menunggu uluran tangan orang lain, tapi apa lagi yang bisa ia lakukan selain itu? Bahkan ia tak punya pilihan sama sekali. Ia mengaku sangat malu melakoni pekerjaan ini, tapi ia akan lebih malu jika hanya diam di rumah dan meunggu belas kasihan orang lain. Seorang wanita tua yang rela bersusah payah walau dengan kemampuan yang terbatas. Hamba Alloh yang lanjut usia, tapi berusaha mengisi tiap detik yang ia miliki untuk berjuang hidup tanpa membebani siapapun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar