Kamis, 23 Juni 2011

Senyum Abadi Seorang Janda

Senyum Abadi Seorang Janda

Alkisah dimulai dari kedatangan seorang bapak yang berpakaian rapih ke kantor LMI. Membawa seberkas data yang tlah diketik rapih dalam sebuah map. Kamipun dengan seksama mendengarkan penuturannya. Disela penuturan bpk tsb terkadang ada nafas panjang yg terdengar seakan ikut merasakan derita dr sorg janda yg diceritakannya. Sesekali kami baca data yang ada di stopmap yang disodorkannya. Alhamdulillah kamipun sepakat untuk silaturahim.

Sebutlah ia ibu Purwasih seorang wanita berusia 21 thn . Seorang diri tanpa suami (telah meninggal 4bln yll) ia ingin merajut benang kebahagiaan untuk buah hatinya Anita 6thn dan Rio 1.5thn. Tertatih, sempoyongan dan terhempas dengan hempasan ujian kehidupan membuatnya makin kurus kering. Apalagi tubuh kecilnya digerogoti penyakit paru paru. Hingga akhirnya Riopun diikhlaskan tanpa asupan ASI. Tak ayal hal tersebut menambah beban ekonomi baginya. Nenek ijah ibu bu purwasih yang semula jualan baju bekas di pasar loak untuk membantu ekonominya harus menghentikan aktifitasnya untuk menunggu ibu purwasih dan rio.

Di hari berikutnya di pagi yang cerah seperti yang telah disepakati kami berdua meluncur di sebuah rumah berukuran sangat kecil di Demangan. Ditemui dan disambut kami di ruang tamu yg berfungsi sebagai ruang tidur pula oleh seorang wanita muda yang selanjutnya kami tahu kakak ibu purwasih. Namun sayang cerah pagi itu berubah cerah yang berkabut. kami diberi kabar bahwa sejak semalam bu purwasih tak sadarkan diri dan pagi itu telah dilarikan ke rumah sakit di sogaten. Tanpa menunggu lama lagi kamipun meluncur ke rumah sakit. Sebait doa tak lepas dr hati kami. Semoga kebaikan terlimpahkan bagi ibu purwati sekeluarga.

Sesosok wanita lemah tak sadarkan diri tergolek tak sadarkan diri di damping nenek paruh baya di sebelahnya. Guratan tajam pertanda beban hidup yang tak ringan terlihat kuat di wajah sang nenek. Setelah kami sampaikan santunan buat ibu purwasih kamipun berpamitan.

Di hari berikutnya kami dengarkan kabar ibu purwasih meninggal. Meninggalkan 2 anak kecil. Anita celoteh dan candamu tanpa senyum dan sapa hangat ayah ibumu. Setidaknya itulah yang terekam di benak siapapun yg ta’ziah. Hiruk pikuk para ta’ziyin tak bisa dipahaminya. Rio yang semulatidur akhirnya terbangun dan menangis. Nenek ijahpun sigap dan memberinya air putih. Duh perih hati kami …tanpa susu. Tak ayal ternyata hanya bs menenangkan sesaat saja. Anita sang kakakpun berlari dan mengajak adiknya sekedar bercanda. Sungguh terbayangkan senyum rindumu kelak…kami tahu anita anak yang pandai yang sebentar lagi masuk jenjang sekolah SD. Rio anak sekecil kamu menangis tanpa hangat dekapan ibu….smg kelak senyum abadi ibu kalian akan ada yang menggantikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar